Finally, akhirnya setelah 26 tahun mengaku lahir di kota Surakarta (atau yang dikenal dengan Solo) gw berkesempatan jalan-jalan di
Keraton Kasunanan Surakarta yang terkenal itu. Dengan sedikit norak gw ijin pamer pengalaman jalan-jalan ke dalam keraton solo ya!
Ada dua pintu masuk keraton, di utara dan di selatan. Nah paling enak memang dari utara, kita akan disambut gapura besar setelah melewati Jl. Slamet Riyadi, kemudian memutar jalan searah melewati alun-alun utara yang terdapat beringin kembar ditengahnya. Nah di sisi kiri bisa dilihat ada tembok tinggi bernama Baluwarti, yang dulu berfungsi sebagai benteng keraton. Setelah melewati jalan supit urang di sisi timur, kita akan disambut gerbang utama keraton yang disebut dengan Kori Brajanala Lor, barulah kita akan melihat kemegahan bangunan keraton setelah itu.
Untuk tempat parkir, bisa langsung di depan halaman keraton, tapi sayangnya pintu dan loket masuk keraton tidak melalui pintu utama atau yang disebut dengan Kori Kamandungan. Wisatawan bisa mendapatkan tiket masuk di pintu wisata sebelah timur, biayanya untuk wisatawan domestik Rp 10.000, untuk wisatawan asing Rp 15.000 nah jika ada reporter, liputan dan bersifat komersil, kamera yang dibawa juga dikenakan biaya lho broh. Nah kalau mau sewa guide, ada abdi dalem yang siap menemani, tambah ongkos sekitar Rp 30.000 broh.
Masuk ke dalam keraton untuk pertama kalinya kita akan disapa dengan silsilah raja Keraton Kasusnanan Surakarta, yang saat ini dipimpin oleh Paku Buwono XIII. Setelah itu ada maket yang menggambarkan semua wilayah di keraton, yang bisa kita lihat walapun tidak begitu jelas karena kurang terawat. Kunjungan pertama wisatawan diarahkan ke musium yang berisi peninggalan barang-barang keraon. Seperti sejarah, alat perang, alat musik, alat masak sampai dengan seragam dan kereta kencana.
Di tengah-tengah musium ada sumur yang dulunya tempat bersemdi raja, airnya bisa diminum dan untuk cuci muka. Baru setelah itu kita memasuki wilayah keraton yang sesungguhnya. Ada peraturan unik di sini, pengunjung yang menggunakan sandal jepit harus melepanya, kalau menggunakan sepatu tertutup boleh, menurut abdi dalem yang sempat gw temuin, ini merupakan bentuk penghormatan tamu kepada si pemilik rumah broh.
Setalah masuk halaman keraton bagian timur ini kita akan disapa oleh halaman begitu luas dengan deretan pohon sawo kecik yang rindang, yang kata abdi dalem, setiap pohon ada penunggunya. Tanah yang kita injak ada dua jenis. Dulunya hanya berupa pasir dari laut pantai selatan saja. Tapi saat ini, tepatnya setelah letusan merapi yang terakhir, halaman ini juga dipenuhi dengan pasir merapi yang permukaannya lebih kasar.
Hanya ada beberapa bangsal saja yang bisa kita lihat di dalam keraton ini, seperti Sasana Sewaka yang dikelilingi patung-patung eropa, tempat ini biasanya digunakan untuk acara besar seperti jumenengan, suatu pernikahan putra putri keraton. Disampingnya ada Sasana Handrawina yang terlihat klasik dengan gaya eropa, disini merupakan tempat seminar atau jamuan tamu kerajaan.
Dari dalam juga terlihat menara tinggi yang menghadap ke luar keraton, namanya Panggung Songgo Buwono, dulunya digunakan untuk mengintai benteng lawan, saat ini dimanfaatkan untuk bertapa raja. Sayangnya tidak semua bagian keraton boleh kita kunjungi. Ada batas-batas yang tidak boleh dilalui wisatawan, dan padahal keraton bagian barat dan selatan masih sangat luas.
Sedikit kecewa pas gw keluar keraton, dan berjalan ke pintu utama di Kori Kamandungan, disana kita disapa oleh dua patung dan dua orang abdi dalem keraton dengan pakaian prajurit. Wisatawan boleh kok berfoto bersama mereka, tapi saat berfoto salah satu dari mereka pasti akan berbisik seperti ini “Mas, mohon seiklasnya untuk mengisi kas prajurit ya!”. Hmm, nggak ada salahnya kan kita ngasih? Toh abdi dalem disana rata-rata hanya digaji sekitar Rp 30.000, – Rp 100.000, per bulan, tergantung masa kerjanya.
Satu lagi yang terlewatkan, di sisi barat ada musium kecil tempat memamerkan kendaraan yang digunakan raja, diantaranya adalah kereta kencana dan mobil. Untuk masuk ketempat itu kita dikenakan biaya lagi sebesar Rp 3.000,- dan menggunakan kalung samir yang diberikan oleh petugas. Saat gw tanya kenapa harus pakai samir, dia menjawab “agar selamat, mbak”. Dan sekedar info saja, ternyata apabila kita beli tiket di tempat ini, bisa berlaku terusan lho, jadi kita hanya membayar Rp 10.000, untuk masuk musium kereta dan keraton sekaligus.
Butuh oleh-oleh? di sekitar keraton banyak sekali menyediakan oleh-oleh yang terjangkau, bisanya berupa pernik-pernik. Nah kalau terasa lapar atau haus, anda bisa menyewa becak atau delman untuk ke pintu keluar keraton sebelah selatan. Tepat di samping Kori Brajanala Kidul kita akan menemui beberapa warung makan yang enak-enak. Salah satu yang terkenal di sana adalah Es Plengeh, warung yang menjual es buah dengan harga Rp 3.000,00 saja per mangkok.
Begitu kira-kira perjalanan gw broh yang memakan waktu sekitar 2 jam. Saran gw kalau bepergian ke Solo gunakan pakaian yang menyerap keringat, cuaca di Solo begitu panas, dan bawa kipas juga boleh. Untuk busana masuk keraton, gw sarankan menggunakan pakaian tertutup. Dan kalau anda tidak tahan menginjak kerikil-kerikil kecil pasir dari gunung Merapi yang ada di halaman
keraton, gunakan sepatu tertutup ya!
Semoga cerita wisata ini bisa jadi referensi buat lw yang ingin liburan ke
Kota Solo. Visit Jawa Tengah, Solo The Spirit of Java